Untuk itu Vanath mengkritik kebijakan pemerintah pusat yang berupaya menyamaratakan harga barang antara Jawa dan daerah kepulauan.
Menurutnya, kebijakan ini sangat tidak adil dan tidak realistis, mengingat kondisi geografis Maluku yang sangat berbeda dengan Jawa.
“Di Jawa, cukup isi bensin satu tangki sudah bisa keliling beberapa kabupaten. Di Maluku, antar kabupaten dipisahkan laut, kami harus keluarkan biaya transportasi jauh lebih besar,” jelasnya
Selain masalah ekonomi, Vanath juga menyoroti potensi kerawanan sosial di Maluku, di mana masyarakatnya terbagi menjadi dua kelompok besar, Muslim dan Kristen, dengan jumlah yang hampir berimbang.
“Kalau konflik terjadi, ledakannya besar dan biayanya mahal. Kami harus cepat membangun rumah yang terbakar agar tidak muncul aksi balasan,”imbuhnya
Pernyataan ini menggambarkan betapa pentingnya menjaga kerukunan antar umat beragama di Maluku dan betapa besar dampak negatif yang bisa ditimbulkan oleh konflik sosial.
Dengan segala tantangan yang dihadapi, Vanath berharap pemerintah pusat tidak hanya memberikan janji manis, tetapi juga tindakan nyata untuk membantu Maluku keluar dari keterpurukan dan mencapai kemajuan yang setara dengan daerah lain di Indonesia.












