Scroll untuk baca artikel
Link Banner
Link Banner
BeritaDaerahInternasionalNasionalSeni & BudayaUtama

Merince Kogoya dicoret dari Miss Indonesia karena bendera Israel – Bagaimana sejarah dan akar pandangan orang asli Papua tentang Israel?

44
×

Merince Kogoya dicoret dari Miss Indonesia karena bendera Israel – Bagaimana sejarah dan akar pandangan orang asli Papua tentang Israel?

Sebarkan artikel ini
Merince Kogoya menari dan mengibarkan bendera Israel di festival Sion Kids pada 2023 lalu. INSTAGRAM.COM@KOGOYA_MERRY

Sejak pemberlakuan otonomi khusus, menurut Benny, Sion Kids semakin berkembang. Para pemimpin gereja di Tanah Papua berziarah ke “tempat-tempat suci” di Israel dengan dana dari pemerintah daerah. “Di sana terjadilah pertemuan dengan kelompok-kelompok agama dan mereka mengembangkan gerakan Sion Kids,” kata Benny.

Pada Desember 2023 misalnya, Pemprov Papua Barat mendanai perjalanan ziarah 51 orang yang terdiri dari warga dan pejabat mereka ke Israel. Pemprov Papua Barat kembali mendanai kunjungan serupa pada Desember 2024, untuk 83 orang. Seremoni pelepasan rombongan itu dilakukan Yacob Fonataba yang kala itu menjabat pelaksana sekretaris daerah.

Mengapa umat Kristen di Papua kerap menggunakan atribut Israel?

Dalam risetnya yang berjudul Under Two Flags: Encounters with Israel, Merdeka and the Promised Land in Tanah Papua, akademisi Henri Myrttinen melihat setidaknya tiga wacana yang mendasari masyarakat Papua menggunakan atribut-atribut Israel. Pertama, katanya, sebagian orang Papua melihat Israel sebagai sekutu, yang mereka anggap dapat memberikan harapan dan aspirasi.

Baca Juga  Masyarakat Maluku Masih Rentan Konflik, Prof Ruhulessyn : Harus Bangun Dialog Lintas Generasi Terus-Menerus

“Negara Israel dianggap sebagai sekutu politik orang Papua, dengan keduanya dianggap memiliki tujuan yang sama, seperti perjuangan melawan tetangga yang lebih kuat,” tulis Henri dalam jurnalnya yang masuk dalam buku From ‘Stone-Age’ to ‘Real-Time’ Exploring Papuan Temporalities, Mobilities and Religiosities, diterbitkan oleh The Australian National University Press.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *