Pertemuan tersebut dihadiri perwakilan dari berbagai organisasi keagamaan dan kebudayaan Buddha, seperti Walubi, Permabudi, Buddha Suci, serta akademisi dan budayawan Buddha. Mereka menyampaikan pandangan dan usulan konstruktif demi menjadikan Borobudur sebagai situs yang inklusif, hidup, dan terus berkembang secara kultural.
Fadli Zon juga menggarisbawahi pentingnya sinergi antara pemerintah, masyarakat Buddha, dan pelaku pariwisata untuk menghidupkan Borobudur tidak hanya saat Waisak, tetapi sepanjang tahun.
“Kita harap kegiatan budaya terus tumbuh di Borobudur dan menjadi daya tarik wisata spiritual dan edukatif,” tuturnya, melansir Liputan6.com.
Dengan pendekatan kolaboratif ini, Kementerian Kebudayaan berharap Borobudur semakin kuat menjadi simpul budaya dunia yang inklusif, sakral, dan terbuka bagi semua umat manusia. (*)