Fickar menekankan bahwa proses pidana terhadap seorang menteri tetap dimungkinkan selama ada bukti permulaan yang cukup. Dalam konteks perkara ini, menurut dia, kesaksian para terdakwa yang menyebutkan peran Budi, termasuk soal pembagian persentase uang pengamanan, adalah fakta hukum yang tak bisa diabaikan. “Penegakan hukum terhadap pejabat publik tetap terbuka untuk dilakukan sebagai cerminan prinsip persamaan di depan hukum,” ujarnya.
Fickar menyadari bahwa realitas penegakan hukum di Indonesia kerap dihadapkan pada kendala politik. Ia menyoroti pentingnya political will aparat penegak hukum ataupun pemegang kekuasaan untuk membawa perkara seperti ini ke tahap penyidikan yang transparan dan akuntabel. “Secara yuridis, alat buktinya sudah cukup kuat. Tapi political will selalu menjadi faktor penentu pamungkas bagi sebuah tindakan negara,” katanya.
Pendapat senada disampaikan oleh dosen hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda. Menurut dia, bukti permulaan dalam kasus ini lebih dari cukup untuk membuka penyelidikan terhadap Budi.
Chairul menekankan, dalam hukum acara pidana, penyelidikan tidak menuntut standar pembuktian yang tinggi. Terlebih, dalam kasus ini sudah ada dugaan berdasarkan bukti permulaan. “Sudah bisa dilakukan penyelidikan atau penyidikan atas dugaan keterlibatan Budi Arie,” katanya.