“Kurangnya informasi dari pemerintah daerah, proses pendaftaran yang panjang dan berbelit-belit, serta tidak adanya sumber daya yang membantu masyarakat adat untuk mendata secara spesifik peninggalan, kebudayaan dan tradisi, juga batas-batas wilayah mereka membuat banyak negeri adat belum mendaftarkan diri di BRWA,” katanya di Kantor Gubernur Maluku Selasa, (02/12/2025).
Apriliska Titahena dari Komunitas Peduli Masyarakat Adat Lumah Ajare menyatakan bahwa perempuan adat juga mengalami diskriminasi dan ketidakadilan dalam sistem kekerabatan dan hukum adat.
“Praktik dan hukum adat seringkali juga tidak berpihak kepada perempuan,” ujarnya.
Lusi Peilow dari jaringan masyarakat sipil Gerak Bersama Perempuan Maluku menambahkan bahwa masyarakat adat adalah tonggak terdepan penjaga alam dan memiliki pengetahuan tradisional dalam mengelola dan menjaga alam.
“Sistem sasi hasil hutan dan laut di Maluku adalah salah satu praktik baik dalam tatanan hidup masyarakat adat yang menjadi contoh nyata bagaimana masyarakat adat mengelola lingkungan dan sumber daya alam,” tutupnya. (AM-18)










