“Pendidikan adalah proses membangun kepribadian yang utama, akhlak mulia, dan peradaban bangsa,” ucap Sarbin membacakan kutipan Abdul Mu’ti. Kalimat itu disambut tepuk tangan hadirin yang berdiri di bawah naungan langit Sofifi.
Program ini memungkinkan seluruh siswa di jenjang SMA, SMK, dan SLB negeri di Malut menikmati pendidikan tanpa biaya. Sebuah kebijakan yang bukan hanya responsif terhadap kebutuhan masyarakat, tetapi juga progresif di tengah tantangan pemerataan pendidikan di wilayah kepulauan seperti Malut.
“Kami ingin memastikan bahwa anak-anak Malut, dari Morotai hingga Obi, punya hak yang sama untuk bermimpi dan mengejar pendidikan. BOSDA ini adalah janji yang kami wujudkan,” kata Sarbin.
Hardiknas 2025 di Malut tidak sekadar ritual tahunan yang terlupakan esok hari. Pemerintah provinsi menjadikannya panggung untuk menyatakan arah kebijakan dan komitmen yang tegas.
Pendidikan kini bukan lagi proyek pinggiran, namun ia adalah arus utama pembangunan daerah. Di pundak anak-anak sekolah hari ini, Sherly–Sarbin menaruh harapan untuk Malut yang bangkit dan berdaya saing.
Di balik upacara, digelar pula penyerahan penghargaan kepada para guru dan insan pendidikan yang telah menunjukkan dedikasi luar biasa. Mereka yang saban hari menyeberang pulau, berjalan kaki berkilo-kilo meter, dan mengajar di kelas dengan fasilitas seadanya, kini berdiri di panggung penghargaan. Malut tak melupakan mereka.