“Riset Amnesty mengungkap betapa mengerikannya skala krisis ini, dan bagaimana otoritas Kamboja gagal menanganinya. Kegagalan ini justru memberi lampu hijau kepada jaringan kriminal yang jangkauannya sudah internasional, dengan jutaan orang menjadi korban penipuan.”
Temuan Amnesty menunjukkan adanya koordinasi — dan kemungkinan kolusi — antara para pemimpin kompleks asal Tiongkok dan polisi Kamboja, yang gagal menutup kompleks-kompleks tersebut kendati terjadi pelanggaran HAM yang parah di sana.
Penyintas yang diwawancarai Amnesty berasal dari Tiongkok, Thailand, Malaysia, Bangladesh, Vietnam, Indonesia, Taiwan, dan Ethiopia. Amnesty juga memiliki data ratusan korban lainnya dari India, Kenya, Nepal, Filipina, dan negara lain.
Penyintas asal Indonesia: “Tolong saya…saya tidak bisa tidur”
Seorang penyintas adalah Daniel*, asal Indonesia. Dia adalah satu dari setidaknya 45 penyintas yang diwawancarai Amnesty yang mendengar, menyaksikan, atau menjadi korban penyiksaan dan perlakuan buruk lainnya saat berada di dalam kompleks penipuan online.
“Tolong…saya tidak bisa tidur.” Demikian salah satu dari pesan-pesan yang dikirim oleh Daniel kepada Amnesty pada tahun 2025. Dia meminta bantuan agar bisa keluar dari KK01, yaitu sebutan untuk salah satu kompleks penipuan di Provinsi Koh Kong, Kamboja.