Hal semacam itu, menurut dia, justru membuat negara dengan mudah menjual tanah-tanah masyarakat atas nama kepentingan investasi dan proyek strategis nasional atau PSN. Jokowi, katanya, juga telah melanggar Undang-undang Pokok Agraria dan melawan putusan Mahkamah Konstitusi tentang pemberian HGU dan HGB.
Dewi mengatakan, alih-alih menjalankan mandat undang-undang dan konstitusi, pemerintahan Jokowi justru melipatgandakan pemberian hak atas tanah kepada pengusaha menjadi 190 tahun untuk HGU dan 160 tahun untuk HGB, di Ibu Kota Nusantara atau IKN. “Inilah kejahatan pemerintah yang menjadikan IKN tidak hanya berbau kolonial tapi menjadi ibu kota dengan aturan lebih kejam dari kolonial,” ujarnya.
Dia juga menyoroti soal nihilnya upaya pemerintahan Jokowi untuk mengoreksi monopoli tanah oleh swasta sesuai amanat undang-undang. Berdasarkan data LHK pada 2024, ada lebih dari 25 juta hektare tanah dikuasai oleh pengusaha sawit, 10 juta hektare dikuasai oleh pengusaha tambang, dan 11,3 juta hektare tanah dikuasai oleh pengusaha kayu.
“Di dalamnya praktik mafia sawit, mafia tambang, dan mafia kayu semakin subur,” katanya.
Dia juga menilai, pemerintahan Jokowi telah berbuat jahat dengan melakukan cara-cara represif dan intimidatif di wilayah konflik agraria. Salah satu indikatornya, ujar Dewi, adanya pengerahan aparat keamanan.