Selain dari pemerintah, diskusi ini juga diwarnai oleh pemaparan dari Ika Titahena, perempuan adat Seram sekaligus Ketua Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat.
Ia mengungkapkan berbagai ancaman yang tengah dihadapi masyarakat adat di Maluku, mulai dari konflik internal dan antar komunitas yang memicu krisis identitas, hingga eksploitasi sumber daya alam yang mengancam keberlanjutan ekosistem laut dan pulau-pulau kecil.
Dirinya menegaskan pentingnya perempuan adat menjadi kelompok yang paling rentan akibat ketidakadilan sosial dan ekologis, mulai dari konflik lahan hingga alih fungsi kawasan untuk industri ekstraktif.
Namun, Ika menegaskan bahwa masyarakat adat memiliki potensi besar sebagai agen perubahan. Kearifan ekologis, praktik turun-temurun, dan solidaritas komunitas menjadi modal utama dalam memperkuat keberlanjutan budaya dan lingkungan.
Ia pun mendorong tiga langkah strategis: peningkatan kapasitas masyarakat adat, penguatan peran perempuan adat dalam pengambilan keputusan, serta advokasi kolektif untuk percepatan pengesahan UU Masyarakat Adat.
Selain diskusi, kegiatan ini juga menjadi wadah penyusunan rekomendasi yang akan dibawa ke tingkat nasional. Beberapa poin penting yang diusulkan meliputi mekanisme penetapan masyarakat adat, perlindungan wilayah adat, peran pemerintah daerah dalam memperkuat kelembagaan adat, serta penguatan lembaga adat sebagai mitra pembangunan yang setara.
