Ketiadaan kepastian hukum ini berpotensi memicu sengketa dan tumpang tindih kepemilikan, serta menghambat pemanfaatan lahan untuk pembangunan daerah. Selain itu, arsip dan dokumen verponding sulit diakses, menghambat proses verifikasi dan pengawasan.
Komisi I DPRD Maluku mendesak BPN RI untuk segera melakukan klarifikasi dan koordinasi dengan Kanwil BPN Maluku dan Pemerintah Daerah. Mereka juga merekomendasikan agar hasil klarifikasi dijadikan bahan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan melibatkan masyarakat terdampak.
Tak hanya itu, mereka mendorong BPN RI untuk membuat peta sebaran dan dokumen digital tanah-tanah eigendom sebagai dasar pengawasan dan perencanaan tata ruang daerah.
“Kami ingin penyelesaian ini bukan sekadar formalitas, tapi benar-benar memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat,” tegas Akmal.
Langkah ini diharapkan dapat mempercepat penyelesaian masalah tanah bersejarah di Maluku, memberikan kepastian hukum bagi masyarakat, serta mendukung pembangunan daerah yang berkeadilan dan berkelanjutan. (AM-18)










