Lita Anggraeni dari JALA PRT mendesak Presiden Prabowo Subianto dan DPR untuk segera mengesahkan RUU PPRT ini. Menurut Lita, RUU PPRT ini masih diganjal oleh DPR.
“Tahun 2023 harusnya sudah menjadi UU, karena sudah menjadi RUU Inisiatif di DPR, tapi ditahan oleh salah seorang ketua DPR.
Jadi kami mempertanyakan kembali, bagaimana sikap pemerintah dan Presiden Prabowo yang sudah menjanjikan bahwa RUU ini akan segera selesai dalam tiga bulan? Penting bagi kami untuk tahu, bagaimana sikap sebenarnya pemerintah, DPR dan para fraksi terhadap RUU PPRT ini? Mengapa masih selalu dikatakan perlu kajian kembali? Pimpinan DPR ini sudah jadi agen perbudakan modern,” ujar Lita dengan tegas.
Lita juga mempertanyakan, ketegasan pemerintah untuk mendorong RUU ini segera disahkan di DPR. Sebab, menurut Lita, korban terus menerus berjatuhan dan situasi perbudakan masih terjadi dan dialami langsung oleh pekerja rumah tangga.
“Kami mendesak agar RUU PPRT ini segera disahkan,” ujar Lita dengan tegas. Senada dengan Lita Anggraeni, Eva Kusuma Sundari dari Institut Sarinah, juga mempertanyakan sikap pemerintah yang selama 21 tahun abai dengan RUU PPRT ini.
“Kalau pakai interseksi perempuan miskin ga hanya di ranah rumah tangga tapi juga ranah politik. Pengalaman 21 tahun ini adalah penglihatan bagaimana lemahnya DPR lemah dalam memproses RUU PPRT ini. Mereka memproses UU BUMN sekilat itu untuk kepentingan kekuasaan untuk kepentingan kelas atas. Tapi ketika RUU Pro rakyat inisiatif DPR sendiri kok dikalahkan? Harusnya ini inisiatif DPR, ya DPR harus tarung habis-habisan,” ujarnya.










