Maka dari itu, Idham menganggap, laporan dugaan pelanggaran etik yang sama ke DKPP dapat terkategori sebagai ne bis in idem. Asas hukum tersebut melarang terdakwa untuk diadili lebih dari satu kali atas satu perkara yang sama jika sudah ada keputusan yang menghukum atau membebaskannya.
Idham pun menyatakan, KPU berharap DKPP bisa menolak aduan dari Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Keterwakilan Perempuan.
“Oleh karena itu, saya berharap pelaporan tersebut dapat dinyatakan NO (Niet Ontvankelijk Verklaard),” ucap Idham. Diketahui, putusan NO merupakan putusan yang menyatakan gugatan tidak bisa diterima karena alasan cacat formil.
Namun, Idham mengklaim KPU memegang prinsip berkepastian hukum sebagaimana termaktub dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a dalam Peraturan DKPP No. 2 Tahun 2017. Contohnya, kata dia, adalah sikap KPU yang langsung menindaklanjuti putusan sengketa Pemilu dari Mahkamah Konstitusi (MK).
Dia mengirimkan bukti surat dinas dari KPU tentang pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Gorontalo. PSU tersebut sebelumnya diamanatkan dalam sidang sengketa Pemilu 2024 melalui Putusan MK Nomor 125-01-08-19/PHPU.DPR.DPRD-XXII/2024.
“Surat Dinas yang diterbitkan oleh KPU RI tersebut sebagai bukti tindak lanjut Putusan MK,” kata Idham.(**)