Oleh karena begitu gembiranya melihat sumber air tadi maka lenyaplah rasa lapar, lelah serta dahaganya lalu berlarilah Permata menyatakan kabar gembira ini kepada seluruh masyarakat negeri itu. Mendengar berita Permata itu datanglah masyarakat untuk menyaksikan sekaligus mengambil air dari sana. Air tersebut lalu diberi nama “Wai Lorihua” (Wai = air/sungai, Lorihua = pinang terguling). Jadi WaiLorihua artinya air/ sungai muncul karena mengikuti arah pinang terguling. Adanya sumber air Lorihua tentu sdah sangat menyenangkan masyarakat negeri Suli. Namun dengan adanya hanya satu sumber yang menjadi sasaran seluruh masayarakat di sana tentu akan menimbulkan ketegangan-ketegangan kecil.
Untuk menghilangkan ketegangan kecil itu serta demi terciptanya suasana rukun bagi kehidupan masyarakat negeri Suli, maka ketiga kapitan tadi yakni Amarumatena, Latuslamu dan Wai Musalaut pergi ke satu empat yang kini disebut “Waiputi.” Ketika mereka itu tiba, disana mereka mengadakan satu upacara adat. Selesai upacara tersebut maka mereka secara serempak menikamkan tombak mereka pada satu tempat dan terpancarlah sebuah mata air.
Dari mata air itu mengalirlah anak sungai dari Timur ke Barat membagi negeri Amansurit menjadi dua, dan sampai ditengah-tengah negeri bertemu dengan aliran Wai Lorihua selanjutnya menjadi satu dan mengalir terus ke pantai negeri Suli. Sampai saat ini Wai Lorihua senantiasa memancarkan airnya yang jernih, tidak pernah kering walaupun musim kering/kemarau berjalan agak panjang dan di sekitar batu karang dari mana sumber air itu berasal tidak ada pohon-pohon pelindung.