“Juga kita menyampaikan bahwa tidak saja menyampaikan sikap kritis tapi kita melakukan otokritik juga untuk menahan diri dari segala perilaku di ruang publik, kita harus menjadi contoh dengan terbuka di tengah masyarakat, yang majemuk,” tandasnya.
Kata Manuputty, ini yang kita ingatkan tujuan awal dari kritik itu kita harus jaga, memang kalau situasi seperti ini sudah berulang kali terjadi, tapi tidak menutup kemungkinan bahwa penyebaran isu yang lain akan terjadi.
Dan karena itu lanjutnya, literasi dan daya kritis ditengah masa, yang bergerak seperti ini harus dikawal sehingga tidak bias terhadap isu-isu yang akan melenceng dari tujuan semula.
Nah ini jangan sampai melebar lebih jauh dikatakan, negara harus adil dalam situasi seperti ini untuk meredam jangan sampai akan muncul hal-hal yang tidak diinginkan.
“Sikap umat Kristen dalam situasi ini kita terpanggil untuk menyatakan solidaritas kita, solidaritas dengan masyarakat yang tidak puas, masyarakat yang marah tetapi solidaritas didalam kekerasan dan bias dari kemarahan itu, secara konkrit kita meminta Gereja-Gereja untuk berdiri bersama dengan masyarakat kita membangun diskusi kritis,” bebernya.
Pungkasnya, percakapan yang konkret, saling menjaga satu dengan yang lain, sekali lagi menyatakan sikap yang damai, sikap yang solider, sikap yang penuh kasih, sikap yang memberi diri, dalam situasi seperti ini dinyatakan dalam solidaritas sosial, tapi juga menahan diri betul untuk tidak terpancing begerak dalm sikap yang melawan karakter Kekristenan itu sendiri. (*)










