ACCRA, Ghana (AP) — Di sebuah pasar pakaian bekas yang luas di ibu kota Ghana, para pembeli di pagi hari saling berdesakan saat mencari-cari di antara tumpukan pakaian, ingin mendapatkan barang murah atau barang desainer dari kios-kios yang menjual pakaian bekas dan berkualitas rendah yang diimpor dari Barat.
Di ujung jalan lainnya, festival busana daur ulang dan barang bekas digelar dengan penuh kemewahan. Para model berparade di sepanjang landasan pacu darurat dengan pakaian yang dibuat oleh para desainer dari bahan-bahan yang dibuang dari pasar Kantamanto, mulai dari blus bermotif bunga dan celana jins denim hingga tas kulit, topi, dan kaus kaki.
Festival ini disebut Obroni Wawu Oktober, menggunakan frasa yang dalam bahasa Akan setempat berarti “pakaian orang kulit putih yang sudah mati.” Penyelenggara melihat acara ini sebagai cara kecil untuk menghentikan siklus destruktif yang telah menjadikan konsumsi berlebihan orang Barat sebagai masalah lingkungan di Afrika, di mana sebagian pakaian usang berakhir di saluran air dan tempat pembuangan sampah.
“Daripada membiarkan (limbah tekstil) menyumbat selokan, pantai, atau tempat pembuangan sampah kita, saya memutuskan untuk memanfaatkannya guna menciptakan sesuatu… yang dapat kita gunakan lagi,” kata Richard Asante Palmer, salah satu desainer di festival tahunan yang diselenggarakan oleh Or Foundation, lembaga nirlaba yang bergerak di bidang keadilan lingkungan dan pengembangan mode.