
Sementara itu, Ocha Gealogoy yang biasa disapa Mama Ocha, perwakilan perempuan Desa Marfenfen, Kepulauan Aru mengatakan, tanah merupakan warisan pencipta alam semesta kepada para leluhur di Aru. Sebelum ada Indonesia, katanya, orang Aru sudah hidup di tanah Aru, termasuk orang Marfenfen.
Mama Ocha turut mendapatkan penghargaan RRI sebagai salah seorang perwakilan perempuan adat dari Desa Marfefen, Kepulauan Aru. Mama Ocha menganggap bahwa tanah merupakan warisan pencipta alam semesta kepada leluhur Aru. Perempuan adat pun menjadi bagian penting dalam perjuangan ini.
“Sebagai perempuan di Aru, hidup kami bergantung pada hutan dan laut. Kalau alam rusak, kami yang pertama terdampak. Karena itu kami jaga, kami rawat,” tegas Mama Ocha Gealogoy, perempuan adat dari Marfenfen, Kepulauan Aru.
Kata Mama Ocha, kami bukan menolak pembangunan, kami hanya ingin dihormati. Hutan dan laut ini sudah kami jaga jauh sebelum negara ada. Tapi selama kami tak diakui, kami akan selalu rawan disingkirkan.
“Ketangguhan mereka dalam menghadang gelombang demi gelombang ancaman ini menjadi bukti nyata bahwa sistem pengetahuan dan tata kelola adat memiliki peran penting dalam menjaga keberlanjutan wilayah Aru,” tegas Direktur Eksekutif Forest Watch Indonesia, Mufti Fathul Barri.