Laki-laki pejuang lingkungan ini namanya Mika Ganobal, dan tak satupun penghargaan dari pemerintah Republik Indonesia (RI) atau Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku, maupun Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aru kepada pejuang lingkungan ini.
Dia seorang Aparatur Sipil Negara (ASN), pemkab Kepulauan Aru di Maluku. Mika mengorganisir masyarakat setempat mulai dari pemuda, wanita, pejabat pemerintah dan masyarakat adat untuk menolak perencanaan konversi hutan bagi industri perkebunan tebu oleh pemerintah.
Mika melakukan perjalanan ke lebih dari sekitar seratus desa untuk mengadvokasi dan mengkampanyekan kepada masyarakat agar tidak menyerahkan tanah mereka kepada industri. Jaringannya telah berkembang sejak tahun 2007 hingga sekarang mencapai ribuan orang di seluruh dunia untuk mendukung gerakan.
Meskipun banyaknya ancaman yang menggempur, katanya, masyarakat adat Kepulauan Aru tidak tinggal diam saja. Melalui gerakan #SaveAru, sebuah inisiatif akar rumput yang muncul dari kesadaran kolektif akan ancaman serius terhadap tanah adat, mereka berhasil menggagalkan rencana maupun operasi dari proyek-proyek berbasis lahan ini.
Mika Ganobal sebagai masyarakat adat yang menerima penghargaan dari RRI menyatakan bahwa hutan-hutan ini bukan hanya memiliki fungsi ekologis, tetapi juga sebagai ruang hidup sakral yang dikelola berdasarkan aturan adat, relasi spiritual, dan sistem pengambilan keputusan kolektif, sehingga penting kami jaga.