BeritaNasionalOpiniPemerintahanUtama

Kepala Daerah Baru dan Bahaya Hegemoni Kekuasaan

5
×

Kepala Daerah Baru dan Bahaya Hegemoni Kekuasaan

Sebarkan artikel ini
HM. Basori, M.Si, (Nawacita Post)

MALANG, arikamedia.id – Sama-sama kita ketahui, Pilkada mengeluarkan cost yang sangat besar, maka siapa saja yang menang pasti memiliki beban yang sangat berat, apalagi yang kalah. Pesta rakyat lima Tahunan benar-benar dijadikan pesta, karena pada saat Pilkada rakyat secara diam diam minta untuk disenangkan.

Rakyat memahami Pilkada adalah bagi-bagi amplop, karena setelah seorang calon jadi, maka mereka akan mencari pengembalian modal, mengelola APBD yang bisa di tata sedemikian rupa untuk kepentingan kepala daerah atau tim suksesnya. 

Begitu rusaknya demokrasi kita sehingga makna dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat bergeser menjadi Dari Rakyat Untuk yang Menjabat beserta kru dan tim suksesnya. Demokrasi biaya tinggi memaksa calon untuk mencari bandar yang mampu membiayai biaya kampanye dan anggaran pemenangan tidak kecil, dilansir dari Times Indonesia.  

Baca Juga  Indosat HiFi Air Hadir di Gorontalo Hadirkan Internet Rumah Nirkabel Terjangkau untuk Keluarga dan Bisnis

Disisi lain ASN dan aparat desa yang mendapatkan keuntungan dengan salah satu calon tetap ingin mempertahankan inkumben karena ingin melanjutkan hegemoni kekuasaan yang telah memberikan mereka keuntungan secara pribadi. 

Konsep hegemoni telah dipakai di Italia semenjak abad ke-19. Penggagasnya adalah Antonio Gramsci yang diajarkannya lewat ajaran marxisme klasik. Zaman sekarang hegemoni dikemas sedemikian rupa dengan kata kunci seorang penguasa ingin mempertahan kekuasaannya dengan sebuah konsensus tertentu, menggunakan budaya mereka, menggunakan ide dan gagasan yang mengarah pada keuntungan kelompok mereka sendiri. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *