Temuan penelitian Dewan Pers tahun 2022 mencatat 87 persen yang melakukan pelanggaran kode etik itu merupakan media online, di antaranya menyebutkan identitas korban, mendiskriminasi dengan memberikan stereotip terhadap perempuan, pelabelan, atau menyalahkan korban.
Sementara itu, Dewan Pers sedang menyusun pedoman pemberitaan terkait kasus kekerasan seksual dan kekerasan berbasis gender (gender based violence) untuk media massa yang diharapkan dapat diluncurkan dalam waktu dekat.
Sebelum pedoman tersebut dikeluarkan, Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu mengatakan bahwa saat ini pihaknya baru sampai pada tahap penyiapan kurikulum dan modul untuk pendidikan wartawan.
“Nanti (bentuknya) pedoman. Modul itu kan alat untuk berlatih (untuk wartawan), tetapi aturannya nanti berupa pedoman,” kata Ninik usai acara “Aksi dan Kolaborasi Pentahelix: Penguatan Media dan Pers dalam Pencegahan dan Respon Kekerasan Berbasis Gender”, di Jakarta, Senin.
Menurut Ninik, draf pedoman pemberitaan terkait kekerasan berbasis gender sudah selesai, namun masih perlu dilakukan serangkaian uji coba, termasuk uji publik, sebelum akhirnya diterbitkan sebagai Peraturan Dewan Pers.
Seiring dengan proses penyusunan pedoman tersebut, ia mengatakan bahwa Dewan Pers juga terus menjalin komunikasi bersama wartawan dan perusahaan media untuk melakukan uji coba, sambil berupaya meningkatkan kompetensi wartawan melalui uji coba tersebut.
Selain terkait kekerasan berbasis gender, Dewan Pers juga sudah mengeluarkan sejumlah pedoman pemberitaan lainnya bagi media massa seperti pedoman pemberitaan ramah anak, pedoman pemberitaan terkait tindak dan upaya bunuh diri, pedoman pemberitaan ramah disabilitas, dan sebagainya.