Ketiga, AS juga disebut keberatan dengan pelaksanaan PMK Nomor 41 Tahun 2022 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22. Salah satu contohnya, aturan yang disoroti mengenai penambahan jumlah barang impor yang dikenakan pajak penghasilan (PPh) pasal 22. “Para pengusaha AS khawatir proses klaim pengembalian lebih bayar PPh yang dibayar di muka dapat memakan waktu bertahun-tahun,” jelas Anindya.
Keempat, cukai minuman beralkohol impor yang lebih tinggi daripada domestik juga diklaim menjadi sorotan pemerintah AS. Pasalnya, minuman beralkohol buatan luar negeri dengan kadar 5% dan 20% dikenai cukai 24% lebih tinggi daripada buatan lokal. Hal serupa juga terjadi pada cukai minuman beralkohol impor dengan kadar 20% dan 55%, yang dikenakan cukai 52% lebih tinggi.
Kelima, perubahan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 61 Tahun 2024 tentang Neraca Komoditas. Dalam penjelasannya, Anindya menekankan bahwa AS mempertanyakan perluasan lisensi impor untuk lima komoditas di antaranya gula, beras, daging, ikan, dan garam. “Dalam perkembangannya, aturan ini memuat 19 produk lain yang memerlukan lisensi impor dengan asesmen pemerintah Indonesia. Pada awal 2025, kebijakan diperluas dan memasukkan bawang putih, dan pemerintah akan memasukkan apel, anggur, dan jeruk di daftar pada 2026,” pungkasnya. ***