Ramadhan Pohan Pengamat, akademisi
KRITIK sejatinya ialah katalisator positif dalam berjalannya proses demokrasi. Kritik menjadi pisau analisis dalam melakukan checks and balances bagi rezim yang memegang kekuasaan. Ia mempercepat sebuah bangsa tumbuh ke arah demokrasi yang semakin baik. Rezim yang melek demokrasi sudah seharusnya akrab dengan kritik, menjadikan kritik sebagai bahan bakar untuk meningkatkan pertumbuhan demokrasi.
Indonesia punya sejarah pembungkaman terhadap kritik. Era itu sudah berlalu, diantar unjuk rasa besar-besaran yang dilakukan mahasiswa pada 1998. Reformasi seharusnya menjadi era kebebasan mengeluarkan pendapat menjadi sebuah kelumrahan. Bukankah itu hal yang diinginkan para pejuang reformasi dahulu.
Hari ini, rezim seakan melupakan sejarah tersebut. Kita sering melihat banyak pernyataan publik yang dikeluarkan Presiden Prabowo Subianto mengenai kritik terhadap caranya menjalankan pemerintahan. Februari 2025, Prabowo membela rencananya untuk memperluas kabinet dengan menyatakan , “Ada yang mengatakan kabinet kita gemuk, banyak. Tapi kalau banyak orang hebat, kenapa? Yang menikmati rakyat Indonesia.” Masih dalam konteks yang sama, Prabowo menjawab kritik dengan nada sinis dalam kalimat “Ada orang pintar bilang, kabinet ini gemuk, terlalu besar… ndasmu.” Dilansir dari Media Indonesia.