Saran Nurlatu, sebaiknya jangan dilakukan, karena akan mengundang masalah di lapangan, baik itu dari sisi lingkungan maupun dari sisi sosial. Dalam proses ijin IPR seharusnya dalam sidang UKL UPL dihadiri oleh (Pemda), raja, masyarakat adat, koperasi, kepala desa serta masyarakat sekitar yang terdampak dalam kegiatan penambangan tersebut.
Akan tetapi pada kenyataannya sambung Nurlatu, mereka itu tidak pernah dihadirkan atau dilakukan, bahkan parahnya setelah UKL selesai dan sebelum ijin IPR diterbitkan kepada 10 koperasi maka mutlak harus ada penyerahan lahan dari pihak yang punya hak waris atas bidang tanah yang ditempati ijin IPR kepada pihak koperasi.
Lebih jauh diungkapkan, dia sangat yakin penyerahan lahan maupun dokumen penyerahan,sampai saat ini tidak ada.padahal menurut Jafar, itu bagian mutlak dari salah satu syarat penerbitan ijin IPR. Karena pemilik lahan itu tidak hadir dan tidak ada dalam proses sidang karena memang sidang itu tidak pernah dilaksanakan sampai dengan saat ini, maka sekarang jadi masalah.
“Sekali lagi saya menyayangkan rilis yang dikeluarkan Kadis ESDM olehnya itu, saya mewanti wanti dan meminta perhatian Gubernur Maluku agar berhati-hati dalam rencana ikut serta dalam setiap tahapan pelaksaanan lanjutan ijin IPR,” tandasnya.