AMBON, arikamedia.id – Klasis Pulau Ambon merupakan salah satu bagian penting dalam sejarah panjang Gereja Protestan Maluku (GPM).
Kehadirannya tidak bisa dilepaskan dari perjalanan kemandirian gereja di bumi Maluku yang berawal pada masa pendudukan Belanda.
Sejarahnya bermula menjelang Sidang Raya II Gereja Protestan Hindia Belanda tahun 1933. Saat itu, Pendeta Van Herwerden yang menjabat Ketua Indische Kerk di Maluku membentuk Badan Proto Sinode atau Sinode Pendahuluan.
Sidang pertama badan ini berlangsung pada 27 Maret 1933 di Ambon, yang kemudian menetapkan nama Gereja Maluku, yakni Gereja Maluku Injil Am (GMIA).
Tidak lama berselang, Van Herwerden mengumumkan kemandirian Gereja Masehi di Maluku meski masih dalam bentuk kemandirian administrasi.
Sidang Proto Sinode kedua kembali digelar pada 7 Desember 1933, dengan agenda pembahasan Tata Gereja GMIA dan keputusan untuk mengganti nama menjadi Gereja Protestan Maluku (GPM).
Sejak itu, gagasan tentang pembentukan klasis sebagai bagian integral dari tata gereja kian menguat.
Van Herwerden kemudian menyusun rancangan peraturan klasis dan menyerahkannya kepada Kerkbestuur.
Ketua Kerkbestuur, Sloetemaker de Bruine, menyetujui sekaligus mendorong percepatan penerapan peraturan tersebut.