JAKARTA, arikamedia.id – Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Yuris Rezha Kurniawan mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus mendalami unsur relasi kuasa dan potensi pemerasan dalam dugaan gratifikasi di Kementerian Pekerjaan Umum. Sebab berdasarkan hasil investigasi Inspektorat Jenderal, penyelenggara negara diduga meminta uang untuk kepentingan pribadi. “Harus diperdalam, apakah ini berdasarkan permintaan atau memang inisiatif pemberian,” kata Yuris saat dihubungi Sabtu, 31 Mei 2025,
Dikutip Tempo.co, Yuris menjelaskan, terdapat sejumlah kondisi gratifikasi diperbolehkan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2019. Dalam Pasal 2 ayat (3), tercantum 17 kategori gratifikasi yang dianggap diperbolehkan, salah satunya dalah pemberian dalam rangka pernikahan. “Dengan nominal maksimal 1 juta setiap pemberi,” kata dia.
Yuris menegaskan, gratifikasi yang diperbolehkan sebagaimana dimaksud dalam aturan itu adalah pemberian secara sukarela. Jika dalam kasus di Kementerian PUPR terbukti uang tersebut bukan diberikan, melainkan diminta maka tidak bisa dianggap sebagai gratifikasi. Bahkan perbuatan itu berpotensi masuk dalam kategori pemerasan atau suap.