Yan Mangandar menyampaikan, saat melapor ke polisi, pihaknya hendak melaporkan kasus kekerasan itu mengggunakaan UU Pers. Namun, penyidik justru mengarahkan agar pengusutan kasus tersebut menggunakan Pasal 335 KUHP. Selain itu, saksi dan saksi ahli juga ditentukan oleh pihak kepolisian.
Padahal, ia menilai, kekerasan yang dilakukan oleh terduga pelaku telah melanggar Pasal 18 ayat (1) UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers yang menyebutkan, setiap orang yang melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Tindak kekerasan yang dialami korban juga telah menimbulkan trauma. Hal itu dibuktikan dari hasil tes psikologi dari Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Mataram yang menyebutkan korban mengalami trauma berat dan tertekan.
Apalagi, korban mengalami kekerasan saat sedang bekerja dalam kondisi hamil. Usai mengalami persekusi, intimidasi, dan kekerasan fisik, korban juga tidak produktif berkarya karena trauma atas kejadian itu.
Koordinator KKJ Indonesia Erick Tanjung menilai, sejak awal pelaporan hingga proses penyelidikan kasus kekerasan yang dialami jurnalis perempuan di NTB ini sangat janggal. Padahal, korban jelas-jelas mengalami kekerasan saat sedang melaksanakan tugas jurnalistik.