AMBON, arikamedia.id – Ketua Koperasi Waetemun Mandiri, Jafar Nurlatu meluapkan kekecewaanya terhadap kinerja Dinas ESDM, Dinas Lingkungan Hidup, dan Dinas PTSP Provinsi Maluku.
Ia bahkan menilai pihak -pihak tersebut telah mengabaikan hak masyarakat adat, khususnya marga Nurlatu di Kabupaten Buru, dalam proses perizinan tambang rakyat (IPR) di wilayah Gunung Botak.
Demikian dikatakan Nurlatu Kamis, (22/05/25), di Cafe Pelangi, yang sekaligus dengan tegas meminta agar masyarakat adat tidak lagi diperlakukan seolah sebagai warga kelas dua.
“Kami bukan penonton, dan kami bukan warga kelas dua kami tahu prosedur jangan anggap kami ini buta terhadap aturan,” katanya kepada awak media.
Dipaparkan, koperasi yang dipimpinnya termasuk dalam 10 koperasi yang diusulkan Pemerintah Kabupaten Buru sejak tahun 2021, pada masa kepemimpinan Bupati hingga Penjabat Bupati Djalaudin Salampessy.
Menurutnya, meski mereka telah melalui berbagai tahapan termasuk penyusunan dokumen lingkungan UKL-UPL proses mereka justru tidak dilanjutkan.
“Sebaliknya, muncul 10 koperasi lain yang disebutnya sebagai koperasi siluman yang secara tiba-tiba mendapatkan izin tambang tanpa proses yang transparan,” terangnya.
Kata Nurlete, proses yang dilakukan pemerintah provinsi menyalahi Peraturan Menteri ESDM No. 174 Tahun 2024 yang mewajibkan uji publik sebelum sidang UKL-UPL dilakukan.