“Kami sering lembur tapi tidak dibayar upah lemburnya. Padahal waktu dan tenaga kami terkuras,” tambahnya.
MS menilai bahwa praktik-praktik ini sudah masuk kategori pungli dan pemerasan oleh karena itu, ia telah mengadukan masalah ini ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Maluku untuk mendapatkan kejelasan dan perlindungan hukum.
Menanggapi keluhan tersebut,pihak perusahaan yang diwakili oleh ABD memberikan klarifikasi saat dikonfirmasi via seluler, Senin, (22/09/2025).
ABD menjelaskan bahwa aturan mengenai denda tersebut dibuat berdasarkan musyawarah dan kesepakatan bersama seluruh karyawan.
Ia menambahkan bahwa denda tersebut bertujuan untuk meningkatkan kedisiplinan karyawan, misalnya, karyawan yang tidak menghadiri rapat tanpa konfirmasi akan dikenakan denda Rp 100 ribu, dan keterlambatan dikenakan denda Rp 10 ribu per 10 menit, namun, jika ada konfirmasi sebelumnya, maka tidak ada denda yang dikenakan.
“Uang denda itu dikumpulkan oleh bendahara kami dan digunakan untuk kegiatan sosial, seperti memberikan santunan kepada karyawan yang sakit atau mengadakan kegiatan bersama. Misalnya, kemarin saat 17 Agustus, kita buat kegiatan,” jelas ABD.
Dirinya menegaskan bahwa uang tersebut dikelola untuk kepentingan bersama, bukan kepentingan pribadi.