Bambang Rukminto dari dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) menyebut kejadian ini “sangat memalukan” bagi seorang penegak hukum apalagi terduga pelakunya adalah polisi dengan jabatan perwira menengah.
Pengamat kepolisian dari Universitas Islam Indonesia (UII), Eko Riyadi, juga bilang Polri harus menggunakan video yang diunggah di situs porno di Australia itu sebagai bukti permulaan untuk melakukan investigasi lebih jauh seperti tindak pidana perdagangan orang.
Menurut Eko, jika ada unsur perbuatan pidana dan pelanggaran hak anak, Polri harus membawa ke proses hukum pidana dan menggelar sidang etik. Hakim bisa menghukum pelaku dengan memperberat hukuman 1/3 dari yang seharusnya.
Dalam perkembangan terbaru, Direktur Reskrimum Polda NTT, Kombes Patar Silalahi, berkata terduga pelaku mengakui semua perbuatannya.
Terduga pelaku disebut memesan seorang anak perempuan berusia enam tahun melalui seseorang berinisial F yang disanggupi olehnya untuk menghadirkan anak tersebut di sebuah hotel di Kota Kupang pada 11 Juni 2024. Namun hingga saat ini, Polri belum menetapkan statusnya sebagai tersangka sejak diperiksa Januari lalu. **











