Tradisi pukul sapu ini berawal dari sejarah masyarakat setempat pada saat penjajahan dimana perjuangan Kapitan Telukabessy beserta pasukannya pada masa penjajahan Portugis dan VOC pada abad ke – 16 di tanah Maluku bertempur untuk mempertahankan Benteng Kapahaha dari serbuan penjajah meskipun pada akhirnya perjuangan mereka gagal dan benteng Kapahaha akhirnya jatuh ketangan penjajah.
Untuk menandai kekalahan tersebut pasukan Telukabessy mengambil lidi enau dan saling mencambuk hingga berdarah. Untuk mengenang sejarah maka tradisi pukul sapu setiap tahun tetap dilaksanakan dalam mengenang perjuangan para pahlawan dalam mempertahankan Negeri mereka dari para penjajah serta acara adat ini juga dipandang sebagai alat untuk mempererat tali persaudaraan masyarakat Desa Mamala dan Desa Morella.
Pada satu kesempatan Sekretaris Daerah (Sekda) Maluku Sadali Li mengatakan pukul manyapu atau pukul sapu lidi sendiri merupakan aset pariwisata lokal yang tak dimiliki daerah lain. “Ke depan perlu didesain sedemikian rupa agar bisa dinikmati juga oleh wisatawan nusantara maupun mancanegara,” katanya. Dia pun meminta generasi muda setempat agar terus melestarikan budaya pukul manyapu tersebut.
Sedangkan Bupati Maluku Tengah Zulkarnain Awat Amir juga menyatakan dukungan penuh terhadap operasi ini. “Kami berharap kegiatan ini memberi dampak positif bagi keamanan wilayah, khususnya Mamala, Morela, dan sekitarnya,” ucapnya.