“Selama ini KTP kami tertulis Hindu, padahal kami bukan Hindu. Di sekolah anak-anak kami hanya diberikan pilihan pelajaran agama Islam atau Kristen,” ungkap Aharena Matoke saat Konferensi Pers ICIR 6 di IAKN Ambon (23/10).
Sehari sebelumnya, Selasa (22/10), dalam diskusi terbatas bertema media dan masyarakat adat, yang masih dalam rangkaian ICIR 6, Alfika Mamalango dari ADAT Musi, Talaud, menyampaikan dampak dari KTP mereka yang tertulis bukan salah satu dari 6 agama di Indonesia, sehingga kesulitan untuk mendapat pekerjaan.
“Kolom agama di KTP tertulis bukan dari 6 agama itu, lalu ketika ada dari warga ADAT Musi mendaftar TNI dan Polri, mereka ditolak,” papar Alfika.
ICIR ke-6 di Ambon yang diresmikan Pj Gubernur Maluku Sadali pada Rabu, 23 Oktober 2024, ini melibatkan para akademisi, peneliti, praktisi, aktivis organisasi masyarakat sipil, dan anggota masyarakat untuk berbagi gagasan dan praktik demokrasi keseharian, seperti dialog antaragama, konflik dan binadamai, seni visual dan pertunjukan, hak asasi manusia, perubahan iklim dan keadilan ekologi, ekonomi tradisional dan kreatif, pendidikan dan kesehatan tradisional dan modern, dan sebagainya.
Sejatinya, menurut Koordinator ICIR 6 Dr. Samsul Maarif, keterlibatan aktif masyarakat adat dan penghayat kepercayaan dalam ICIR 6 ini sebagai upaya mengangkat suara-suara dari bawah. Sebab, praktik demokrasi oleh elit politik justru kerap mengecewakan mereka.