BeritaDaerahSeni & BudayaUtama

Bakar Batu di Papua, Tradisi Perdamaian dan Jalin Silaturahmi 

32
×

Bakar Batu di Papua, Tradisi Perdamaian dan Jalin Silaturahmi 

Sebarkan artikel ini
Umbi-umbian yang menjadi olahan bakar batu oleh masyarakat di Papua. Bakar batu menjadi tradisi dałam ucapan syukur hingga mempererat silaturahmi antarsesama. Foto: Katharina Janur/Liputan6.com

Tolikara

Di Kabupaten Tolikara, misalnya, pesta bakar batu kerap menjadi ajang pertemuan antara pemimpin daerah dengan masyarakat. Proses pembagian makanan yang tertib mengajarkan nilai-nilai keadilan dan persamaan hak yang dijunjung tinggi dalam budaya Papua.

Prosesi ini awalnya identik dengan daging babi sebagai bahan utama. Lalu perkembangan zaman membawa adaptasi dalam tradisi ini.

Masyarakat Papua menunjukkan toleransi tinggi dengan menyertakan ayam sebagai alternatif bagi mereka yang tidak mengonsumsi babi. Di daerah Walesi Jayawijaya, komunitas Muslim bahkan mengadopsi tradisi ini dengan mengganti bahan utama menjadi ayam saat menyambut Ramadan.

Pembagian makanan dalam pesta bakar batu dilakukan dengan sistem yang teratur. Para pejabat dan tamu kehormatan mendapat bagian pertama, diikuti oleh perwakilan kelompok masyarakat.

Baca Juga  Pemuda Batu Merah Apresiasi Kebijakan Wali Kota untuk Pembangunan Pasar Terapung Hatukau WFC

Tradisi ini dikenal dengan berbagai nama di seantero Papua. Masyarakat Dani menyebutnya lago lakwi. Sementara di Wamena dikenal sebagai kit oba isago.

Di Paniai, ritual ini bernama mogo gapil, sedangkan masyarakat pesisir menyebutnya Barapen. Pesta bakar batu tidak hanya digelar untuk acara besar.

Ritual ini juga menjadi bagian dari berbagai momen penting kehidupan, mulai dari kelahiran, pernikahan, kematian, pembukaan ladang baru, hingga penyambutan tamu penting. (**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *