“Tambah gampang nanti kalau ada koperasi itu. Saya senang, tapi bunganya jangan terlalu banyak,” katanya.
Megawati Matoka, Ketua Koperasi Merah Putih di Desa Kwalabesar, Sulteng, mengaku belum memahami bagaimana mekanisme kerja koperasi yang akan dijalankan.
Namun, dia berharap Koperasi Merah Putih dapat membantu masyarakat pedesaan. Dia juga mengaku optimistis bahwa KMP bisa tetap menjaga independensinya.
Pengamat koperasi, Suroto, memandang pembentukan Koperasi Merah Putih yang berdasarkan instruksi presiden telah menyalahi nilai koperasi. Sebab, pembentukannya seharusnya berasal dari inisiatif masyarakat (buttom-up) dan dikelola secara demokratis, otonom, serta mandiri.
“Sudah menyalahi konsep koperasi dan tak belajar dari sejarah masa lalu ketika kreatornya penguasa maka mereka juga yang akan menjadi perusak. Ditambah lagi tidak ada kajian akademiknya,” kata Suroto.
Hasil riset Center of Economic and Law Studies yang melibatkan108 kepala desa di 34 provinsi memperlihatkan adanya risiko penyimpangan, kerugian uang negara hingga matinya inisiatif ekonomi di pedesaan berpotensi terjadi akibat dari program Koperasi Merah Putih.
Namun, Wakil Menteri Koperasi Ferry Juliantono membantah pandangan-pandangan itu. Dia mengatakan proses pembentukan Koperasi Merah Putih dilakukan melalui mekanisme musyawarah desa khusus (musdesus) yang menekankan prinsip demokrasi, gotong royong dan kekeluargaan.