Lebih jauh diungkapkan, melalui gerakan intelektual, advokasi sosial, dan pemberdayaan masyarakat, IMM bisa menjadi motor penggerak kemajuan di tengah stagnasi pembangunan dan keterbatasan akses terhadap pendidikan, ekonomi, serta politik.
“Namun, untuk menjadi lokomotif perubahan, IMM harus berani keluar dari zona nyaman. IMM tidak boleh larut dalam rutinitas formalitas kegiatan organisasi,” tandasnya.
IMM harus aktif membaca tanda-tanda zaman, memproduksi gagasan, serta membangun jejaring kolaboratif dengan elemen masyarakat lainnya. Tidak ada perubahan besar yang lahir dari pasifisme dan apatisme.
Wajo menegaskan, kini, saatnya IMM mengambil peran lebih besar di daerah-daerah seperti Maluku, Ambon, dan seluruh Indonesia Timur. Mari kita kembalikan semangat humanisasi, liberasi,dan transendensi yang menjadi ruh IMM. Karena dari daerah, dari tempat-tempat yang kerap dilupakan pusat, perubahan besar bisa dimulai. (**)