“Artinya apa? Mereka akan membuat UKT-nya menjadi tinggi untuk salah satunya membayar tunjangan kinerja atau di kampus tersebut namanya remunerasi. Nah artinya kapitalisasi akan terjadi terus. Karena negara itu akhirnya seolah-olah ingin lepas tangan, ingin lepas tangan di dalam pengelolaan pendidikan,” jelas Imam.
Maka itu, ADAKSI menyerukan UKT juga diturunkan sebagai poin kedua aspirasi mereka.
“Sekarang kampus besar ingin menambah prodi sebanyak-banyaknya dengan UKT yang mahal. Nah mahasiswa lah dan orangtua yang menjadi korban dari sistem kapitalisasi pendidikan ini,” ucapnya.
Ketiga, ADAKSI berharap tukin dosen ASN pada 2020-2024 yang belum dibayarkan agar bisa segera cair.
Keempat, mereka berharap pemberian tukin tidak memandang klasterisasi atau kategori kampus.
Terakhir, ADAKSI mendatangi Kemenkeu lantaran anggaran pendidikan tahun 2026 mencapai Rp 757,8 triliun atau 20 persen dari total RAPBN.
Namun dari anggaran pendidikan itu senila Rp 355 triliun diperuntukkan program Makan Bergizi Gratis (MBG), padahal Badan Gizi Nasional (BGN) telah memiliki anggaran tinggi.
“Artinya Kementerian Keuangan harus mengawal bahwa anggaran pendidikan 20 persen itu benar-benar dipakai di sektor pendidikan yang seharusnya, yang dulu ketika undang-undang dirancang itu memang untuk pendidikan dasar, menengah, dan tinggi. Bukan yang lain-lain,” pungkas Imam. (***)