JAKARTA, arikamedia.id – Tentara Nasional Indonesia atau TNI membentuk kesatuan baru bernama Batalion Infanteri atau Yonif Penyangga Daerah Rawan di lima wilayah Papua. Pengamat militer sekaligus dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Al Araf menilai pembentukan batalion ini mencerminkan sikap pemerintah yang masih menganggap wilayah Papua sebagai daerah konflik.
“Pendekatan (pemerintah) tetap mengedepankan penambahan keamanan,” kata Al Araf ketika dihubungi, Rabu, 2 Oktober 2024.
Dia mengaku heran atas sikap pemerintah yang masih melakukan pendekatan keamanan di wilayah Papua dengan mengerahkan pasukan tambahan. Padahal, pola pendekatan keamanan ini terbukti gagal ketika diterapkan sejak era reformasi.
“Hal ini (pendekatan keamanan) sesungguhnya tidak menjawab persoalan,” ujar Araf.
Pembentukan batalion baru ini, menurut Al Araf, justru berpotensi menciptakan kekerasan dan praktik pelanggaran hak asasi manusia di Papua. Adapun masing-masing batalion di lima wilayah Papua ini bakal diisi sekitar 691 prajurit.
Al Araf mengatakan penambahan jumlah kekuatan pasukan militer di Tanah Papua ini sesuai dengan kebijakan postur pertahanan 2010-2029. Kebijakan jangka panjang itu, kata dia, berorientasi pada peningkatan kekuatan pertahanan militer dengan menambah pasukan dan batalion.