JAKARTA, arikamedia.id – Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid mengungkapkan, Perintah Kapolri kepada jajarannya untuk menembak di tempat dengan peluru karet terhadap massa yang menyerang markas polisi pasca-aksi protes terkait kematian pengemudi ojek online Affan Kurnawan menurutnya, adalah langkah yang keliru dan berbahaya.
“Instruksi ini lahir bukan dari refleksi kritis atas kebijakan negara dan tindakan aparat dalam penanganan unjuk rasa, melainkan dari respons reaktif terhadap gelombang kemarahan publik yang justru dipicu oleh sikap represif kepolisian sendiri,” tandasnya.
Katanya, kematian Affan yang tidak bersalah namun menjadi korban brutal kendaraan taktis Brimob telah menjadi simbol kegagalan negara membuat kebijakan yang adil untuk rakyat dan dalam memastikan aparat melayani dan melindungi warganya.
Negara memang berwenang untuk menindak vandalisme atau penjarahan sambung Hamid, tetapi tindakan tersebut harus dilakukan secara terukur, akuntabel, dan sesuai prinsip HAM. Negara tidak boleh ikut menyulut emosi dan penggunaan kekuatan senjata api sebagai jawaban atas kemarahan rakyat.
Lebih lanjut Hamid menyebutkan, yang lebih mendesak saat ini adalah evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan negara yang menyangkut kehidupan sosial ekonomi rakyat, seperti kenaikan pajak bumi dan bangunan, program makan bergizi gratis, tunjangan mewah bagi pejabat, hingga masalah perluasan peran militer di urusan non-pertahanan, dan perbaikan kesejahteraan rakyat. Hal-hal itulah yang selama ini terus disuarakan secara kritis oleh rakyat.