AMBON, arikamedia.id – Alumni Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon, Basyir Tuhepaly menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya atas pencapaian kelembagaan dalam proses transformasi status dari IAIN Ambon menjadi Universitas Islam Negeri Abdoel Muthalib Sangadji (UIN AMSA) Ambon.
Transformasi ini ditetapkan melalui Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia yang dilaksanakan oleh Kementerian Agama di bawah Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Islam.
Namun, dalam catatan reflektif ini, yang ingin disorotinya bukanlah persoalan penamaan lembaga yang merujuk pada tokoh Muslim Maluku tertentu. Baginya, yang lebih penting adalah bagaimana kita memaknai kata “Universitas” dalam Universitas Islam Negeri itu sendiri.
Pengalamannya sebagai mahasiswa di IAIN Ambon yang suasananya masih kental dengan nuansa Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) memberi pemahaman bahwa perubahan nama dan status kelembagaan belum tentu serta-merta menghadirkan perubahan kultur dan kualitas akademik secara mendasar.
Dalam slogan “Cerdas dan Berbudi”, kampus ini pernah menjadi tempat Beta dan teman-teman menempuh jalan keilmuan meski dalam praktiknya masih menyimpan banyak pekerjaan rumah.
Beberapa fakta memang patut diapresiasi. Alumni STAIN/IAIN telah berhasil menempati posisi strategis di tingkat lokal maupun nasional. Sebut saja Abang Alimudin Kolatlena, Anggota DPR RI Dapil Maluku, serta Abang Yamin, M.Ag, yang kini menjabat sebagai Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Maluku.