JAKARTA, arikamedia.id – Di tengah ketidakpastian ekonomi global dan tekanan tarif yang diberlakukan Amerika Serikat (AS), kita harus kembali meneguhkan kekuatan sejarah bangsa ini. Pada abad ke-16 dan ke-17, bangsa Indonesia telah menunjukkan komitmennya terhadap kebebasan perdagangan dan toleransi.
Sultan Alaudin dari Makassar, dengan bijak menegaskan, “Tuhan menciptakan bumi dan lautan. Bumi Dia bagi-bagikan di antara manusia, dan laut Dia berikan untuk dimiliki bersama.
Tidak pernah terdengar bahwa seseorang harus dilarang berlayar di lautan.” (Anthony Reid, Southeast Asia in the Age of Commerce 1450-1680, Yale University Press, 1988 & 1993, dalam Philip Bowring, Nusantaria: Sejarah Asia Tenggara Maritim, Jakarta, KPG, 2022).
Pernyataan ini mencerminkan prinsip dasar bangsa Indonesia yang tidak hanya memelihara kebebasan dan keberagaman, tetapi juga menjunjung tinggi nilai perdagangan yang adil.
Namun, saat ini rakyat Indonesia kembali menghadapi ujian besar dalam bentuk kebijakan tarif yang memberatkan. Pemerintah Amerika Serikat, di bawah kebijakan yang dicanangkan oleh Presiden Donald Trump, telah memberlakukan tarif tinggi, yang dapat mencapai hingga 47 persen pada beberapa komoditas Indonesia, termasuk garmen, alas kaki, dan tekstil.











