Oleh: Gibran Faqih Latuconsina – Pengamat Kebijakan Publik
DI TENGAH derasnya arus digitalisasi dan penetrasi media sosial ke ruang-ruang privat remaja, Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon menunjukkan langkah yang patut diapresiasi melalui pelaksanaan sosialisasi literasi digital bagi pelajar.
Ini bukan sekadar kegiatan seremonial, melainkan sebuah intervensi kebijakan publik yang patut dibaca secara lebih strategis dan multidimensional.
Pertama, kegiatan ini menyasar aktor yang paling rentan dalam ekosistem digital: generasi muda. Mereka adalah kelompok yang tumbuh dalam ekosistem digital yang cair, tanpa fondasi etika digital yang kuat dan minim literasi kritis terhadap informasi.
Ketika pemerintah daerah (pemda) hadir dengan program yang tidak hanya mengedukasi, tetapi juga membangun kesadaran kolektif akan risiko dunia digital—seperti hoaks, ujaran kebencian, dan kecanduan media sosial—maka ini adalah bentuk hadirnya negara dalam ruang paling personal: kesadaran warganya.
Kedua, pendekatan kolaboratif dengan FISIP Universitas Pattimura (Unpatti) dan GMKI menunjukkan bahwa Pemkot Ambon tidak mengklaim monopoli atas pengetahuan.
Ini adalah praktik co-creation dan co-production dalam desain kebijakan: negara bekerja bersama masyarakat sipil dan akademisi untuk menyusun intervensi yang lebih tepat guna dan kontekstual.