JAKARTA, arikamedia.id – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkap alasan Indonesia menjadi wilayah yang rawan mengalami gangguan sinyal satelit, yakni karena posisinya di wilayah equatorial anomaly.
Indonesia disebut sebagai negara yang unik karena posisinya berada di wilayah equatorial anomaly, atau tepatnya di lintang geomagnet.
Posisi tersebut membuat banyak fenomena bermunculan, di antaranya fenomena plasma bubble atau gelembung penipisan di lapisan ionosfer yang merupakan bagian dari atmosfer atas dengan ketinggian 60-1000 kilometer di atas permukaan Bumi, dikutip dari CNN Indonesia.
Fenomena ini diketahui dapat menyebabkan gangguan pada propagasi atau perambatan gelombang radio, termasuk sinyal satelit. Fenomena tersebut bahkan akan lebih intens ketika aktivitas Matahari tengah tinggi.
Sinyal satelit disebut akan mengalami gangguan, baik pada amplitudo maupun pada fase-nya ketika melewati ionosfer yang sedang terganggu kerapatan ion dan elektron.
Peneliti Ahli Madya Pusat Riset Antariksa BRIN Asnawi menyebut lapisan ini punya kerapatan ion dan elektron.
“Terutama di ketinggian 300-400 kilometer yang efektif dapat memantulkan gelombang radio. Selain itu juga mempengaruhi sinyal dari satelit Global Navigation Satellite System (GNSS), sehingga dapat mempengaruhi akurasi pengukuran posisi,” ujar dia dalam keterangannya dikutip dari situs BRIN.
Secara umum, dinamika ionosfer dipengaruhi aktivitas Matahari. Maka dari itu, ketika aktivitasnya tinggi, jumlah elektron pun cukup tinggi.
“Akibat cuaca Antariksa, frekuensi sinyal satelit akan mengalami gangguan. Jadi perlu dilakukan monitoring, dan kita dapat melihat perilaku ionosfer di Indonesia,” tuturnya.
“Beberapa kejadian muncul di lapisan ionosfer yang dapat mengganggu sinyal satelit, dan bisa diantisipasi lebih awal,” imbuhnya.
Ionosfer sendiri terbentuk oleh radiasi ultraviolet (UV) dari Matahari yang mengionisasi atom dan molekul di atmosfer. Ionosfer terdiri dari beberapa lapisan berdasarkan konstituen molekul dan ion, yang dikenal sebagai D, E, dan F yang terbagi lagi menjadi F1 dan F2.
Ketinggian lapisan-lapisan dalam ionosfer ini bisa bervariasi, tergantung pada waktu dan lokasi. Bagian-bagian tertentu dari ionosfer bisa lebih tebal atau lebih tipis, tergantung pada aktivitas Matahari, waktu hari, dan lokasi geografis.
Penyebab adanya gangguan di ionosfer sendiri berhubungan dengan cuaca antariksa yakni aktivitas Matahari, yang memiliki kelas-kelas tertentu. Matahari aktif diketahui mengeluarkan flare, yaitu fenomena ledakan besar di atmosfer Matahari.
“Ketika fenomena di Matahari yang kelasnya besar, maka akan membawa partikel besar oleh angin Matahari. Kemudian masuk ke lapisan ionosfer dengan muatan elektron yang ada akan meningkat. Lapisan itu akan menyerap gelombang radio elektromagnetik,” terang Asnawi.
Lebih lanjut, dinamika ionosfer tersebut berpengaruh terhadap teknologi komunikasi dan navigasi. Salah satu dampaknya kita tidak bisa berkomunikasi atau terjadi delay saat komunikasi, karena perbedaan kerapatan dan adanya pembiasan sinyal.(*)