JAKARTA, arikamedia.id – Southeast Asia Freedom of Expression Network atau SAFEnet dan jaringan Digital Democracy Resilience Network (DDRN) meminta pemerintah dan DPR RI membatalkan rencana pengesahan RUU TNI. SAFEnet menilai setidaknya ada empat ancaman terhadap ruang digital masyarakat sipil akibat perluasan pos TNI di jabatan sipil dalam revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tersebut.
Melansir Tempo.co, Direktur Eksekutif SAFEnet Nenden Sekar Arum mengatakan, perluasan operasi militer selain perang atau OMSP dalam revisi UU TNI bisa menjadi justifikasi bagi negara untuk mengambil kebijakan yang militeristik. Dalam aspek ruang siber, menurut dia, ada potensi pengetatan regulasi berekspresi di media sosial, pembatasan informasi, hingga pemblokiran website dengan dalih ancaman siber.
“Tanpa adanya penilaian yang relatif transparan dan rasional. Pasalnya, dalam draf revisi UU TNI kualifikasi ancaman siber tidak terbatas pada cyber operations dalam bentuuk serangan teknis terhadap infrastuktur siber,” kata Nenden dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 19 Maret 2025.
Kedua, SAFEnet menilai lewat revisi UU TNI ini pemerintah tidak mampu melihat persoalan ancaman siber secara komprehensif. Menurut dia, ancaman siber dianggap sebatas ancaman terhadap negara dan militer. Sementara ancaman siber terhadap data pribadi masyarakat tidak menjadi perhatian.